Time Line Sejarah Masa Penjajahan (Tahun 1500 - 1900)


Tahun 1400-an Bangsa Eropa melakukan Jelajah Samudera

Tahun 1453: Jatuhnya Konstantinopel, mendorong Bangsa Eropa mencari Jalur baru ke Asia

Kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia dilatarbelakangi oleh jatuhnya Konstantinopel di kawasan laut tengah pada 1453. Konstantinopel yang awalnya merupakan jalur transit perdagangan dari Asia ke Eropa ditutup, sehingga bangsa Eropa harus mencari jalan menuju daerah baru untuk memperoleh barang yang dibutuhkan, seperti rempah-rempah. Jadi, intinya, mereka ingin mencari jalan ke Asia tanpa melalui konstantinopel yang dulunya merupakan jalur transit. Ada beberapa faktor yang mendorong bangsa Eropa melakukan penjelajahan samudera:

  1. Teori Heliosentris

  2. Kisah perjalanan Marcopolo

  3. Penemuan kompas, mesiu, navigasi, peta, dan peralatan pelayaran

  4. Adanya ambisi melaksanakan semboyan 3G: Gold (mencari kekayaan), Glory (mencari kekuasaan), dan Gospel (menyebarkan agama nasrani). -- Merupakan semangat reconquista (penaklukan kembali), yaitu semangat untuk menaklukkan orang-orang yang berbeda keyakinan dengan mereka, hal ini juga terkait dengan kekalahan mereka dalam perang salib.


Tahun 1500-an Bangsa Eropa tiba di Nusantara

- 1509: Portugis, Bangsa Eropa Pertama yang Tiba di Nusantara

(Sumber Gambar: Tirto.id)
(Selengkapnya terkait kedatangan Portigus dapat dibaca disini)

- 1529: Perjanjian Saragosa, Spanyol meninggalkan Maluku

- 1596: Belanda Tiba di Banten


Tahun 1600-an

- 1602: VOC didirikan 

Pada tahun 1602 dan membuka kantor pertamanya di Banten. Tujuan didirikanya VOC ada tiga, yaitu untuk:

    a. Menghindari persaingan yang tidak sehat

    b. Memperkuat posisi Belanda dalam menghadapi persaingan dengan bangsa Eropa dan Asia lainnya

    c. Membantu pemerintah Belanda yang sedang berjuang menghadapi Spanyol.

VOC melakukan politik devide et impera, yaitu suatu politik pecah belah untuk mencegah kelompok-kelompok kecil bersatu menjadi kelompok yang lebih besar. Dengan demikian, VOC lebih mudah mempertahankan pengaruhnya. 

Dalam prosesnya, VOC mampu melakukan monopoli perdagangan atas rempah-rempah di Maluku melalui mekanisme kemitraan (partnership) dengan para penguasa lokal. Hingga sekitar pertengahan abad ke-16, VOC berhasil membangun kemitraan tersebut karena para penguasa lokal karena mereka membutuhkan VOC untuk memerangi bangsa portugis.

Upaya Monopoli yang dilakukan VOC tentunya menghadapi perlawanan dari Kerajaan di nusantara. Beberapa kerajaan yang melakukan perlawanan diantaranya:

- 1667: Perlawanan Kerajaan Gowa-Tallo terhadap monopoli VOC

Kerajaan Gowa yang dipimpin oleh Sultan Hasanuddin merupakan kerajaan dengan kekuatan militer yang kuat di wilayah Indonesia Timur. Kerajaan ini melakukan perlawanan terhadap VOC yang ingin melakukan monopoli perdagangan di wilayah Gowa-Tallo. Ada dua hal utama yang melatarbelakangi perlawanan Gowa-Tallo kepada VOC, yaitu:

a. VOC menginginkan Hak Monopli di kawasan Indonesia Timur

b. VOC melakukan blokade terhadap kapal-kapal yang akan berlabuh di Somba Opu

Dalam menghadapi perlawanan Gowa-Tallo, VOC melakukan politik devide et impera. Dengan bantuan Arung Palakka dari Bone, Kerajaan Gowa-Tallo berhasil dikalahkan. Pada 18 November 1667, kerajaan Gowa-Tallo menandatangani Perjanjian Bungaya, yang sebenarnya merupakan pernyataan kekalahan Sultan Hasanuddin serta dimulainya hak monopololi perdagangan VOC di Gowa-Tallo (Selengkapnya terkait perlawanan Gowa Tallo disini). 

Adapun inti dari Perjanjian Bungaya adalah sebagai berikut:

1. VOC diperbolehkan memonopoli perdagangan di kawasan Indonesia Timur

2. Semua orang asing diusir dari Gowa-Tallo, kecuali VOC

3. Gowa-Tallo mengganti biaya kerugian perang

4. Beberapa wilayah kekuasaan Gowa-Tallo diserahkan kepada VOC

(Selengkapnya terkait perjanjian Bungaya disini)



Tahun 1700-an

- 1795: VOC dibubarkan pada 31 Desember 1795. Alasan dibubarkannya VOC adalah karena banyaknya pejabat VOC yang korup, sehingga kas VOC mengalami kemunduran. Pemerintah Belanda akhirnya memutuskan bahwa VOC sebagai kongsi dagang di daerah jajahan tidak lagi dibutuhkan (Baca selengkapnya di Tirto)



Tahun 1800-an

- 1811 : Belanda menyerah kepada Inggris melalui Perjanjian Tuntang (1811).


- 1814: Belanda dan Inggris kembali mengadakan Perjanjian London yang isinya:

    a. Belanda menerima kembali daerah jajahannya yang dulu diserahkan kepada Inggris dalam perjanjian Tuntang (1811)

    b. Serah terima jabatan antara Ingris dan Belanda akan dilakukan pada 1816

Dengan perjanjian tersebut, maka Belanda kembali berkuasa di Indonesia pada 1816.


- 1830: Diberlakukannya Tanam Paksa (Culture Stelsel)

            Pemerintah Belanda mengalami kesulitan keuangan akibat Perang Diponegoro (1825-1830). Sehingga, Van Den Bosh mengusulkan Sistem Tanam Paksa:

a. Sistem sewa tanah dengan uang dihapuskan

b. Sistem tanaman bebas diganti dengan tanaman wajib, yakni kopi dan nila

c. Pajak dibayar dengan penyerahan sebagian hasil tanam Kopi dan Nila

d. Kerja wajib dihidupkan kembali

Pelaksanaan tanam paksa tersebut, pada pelaksanaannya banyak penyimpangan. Tanam paksa hanya menguntungkan pihak Belanda.


- 1850: Kecaman terhadap Sistem Tanam Paksa

Pelaksanaan Tanam Paksa mulai mendapat kecaman dari berbagai pihak, termasuk di kalangan masyarakat Belanda sendiri, diantaranya:

a. Baron van Houvel

b. E.F.E. Douwes Dekker (Multatuli), penulis buku Max Havelar

c. V.D. Putte


- 1870: Dihapuskannya Tanam Paksa, berganti dengan UU Agraria

Berkat kecaman dari masyarakat Belanda, Tanam Paksa dihapuskan, dan diganti dengan Undang-Undang Agraria. Latar belakang dikeluarkannya UU Agraria adalah karena kesewenang-wenangan pemerintah mengambil alih tanah rakyat. Beberapa tujuan UU Agraria adalah sebagai berikut:

a. Melindungi hak milik petani atas tanahnya dari penguasa dan pemodal asing

b. Memberi peluang kepada pemodal asing untuk menyewa tanah dari penduduk Indonesia seperti dari InggrisBelgiaAmerika SerikatJepangCina, dan lain-lain.

c. Membuka kesempatan kerja kepada penduduk untuk menjadi buruh perkebunan.


Sayangnya, setelah tanam paksa diganti dengan pemberlakuan UU Agraria, nasib rakyat tidak berubah karena adanya eksploitasi ekonomi oleh pemerintah Belanda dan pihak swasta. 

Dampak dikeluarkannya UU Agraria antara lain: Perkebunan diperluas, baik di Jawa maupun di luar pulau Jawa. Angkutan laut dimonopoli oleh perusahaan KPM yaitu perusahaan pengangkutan Belanda.


Tahun 1900-an

- 1901: Penerapan Politik Etis (Politik Balas Budi)

Politik Etis merupakan politik balas budi yang dilakukan Belanda akibat adanya kecaman dari masyarakat Belanda terhadap eksploitasi yang selama ini telah dilakukan.

Salah satu tokoh yang dianggap paling berhasil mengubah pemikiran masyarakat Belanda adalah Douwes Dekker (Multatuli) melalui bukunya Max Havelaar. Pada 17 Desember 1902, Ratu Wilhemina mengumumkan penerapan politik etis yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pribumi. Politik etis ini ditujukan sebagai bentuk balas budi terhadap keuntungan yang selama ini telah diperoleh Belanda (Selengkapnya tentang politik etis).

Tiga inti kebijakan Politik Etis, yaitu: 1. Pendidikan, 2. Irigasi, dan 3. Imigrasi. Melalui pendidikan, sistem irigasi yang baik, dan kebijakan imigrasi, diharapkan kesejahteraan rakyat dapat meningkat.

Sayangnya, banyak penyimpangan pada pelaksanaan politik etis. Salah satu kritik terhadap penerapan politik etis adalah pendidikan yang tidak menyeluruh, hanya dapat diakses oleh para bangsawan dan pegawai pemerintah.






Komentar

  1. Sebuah deskripsi sejarah yang runut.semoga sejarah memberikan kita ruang informasi untuk baik untuk lebih mengenal negeri yang kaya akan sejarah ini.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mie Instan

Pesan Inspiratif dari Tiga Film Favorit

PERBANDINGAN ANATOMI DAUN TANAMAN C3 DAN C4