Tantangan Keabadian
Keabadian, menurut saya, adalah
salah satu hal yang nyaris mustahil dimiliki manusia. Nyaris, karena ada
setidaknya satu hal yang bisa dilakukan untuk mengalahkan dimensi waktu, yaitu
dengan menulis. Apa jadinya jika para pendahulu kita tidak pernah menemukan
cara menulis? Kita mungkin tidak akan tahu bagaimana sejarah kehidupan di masa
lampau, tentang bagaimana peradaban di masa lampau.
Jauh sebelum huruf yang saat ini
anda baca ditemukan, orang-orang mencoba mengabadikan kisah mereka melalui
gambar. Di makam-makan Mesir kuno, ditemukan banyak gambar dengan adegan dari
kehidupan orang yang dimakamkan ditempat itu. Bagi kita, rangkaian gambar itu
berfungsi sebagai sumber informasi mengenai segala sesuatu tentang kehidupan
masyarakat Mesir kuno di masa itu (Gombrich, 1985: 17). Peradaban Mesir kuno
hadir sejak tahun 3100 sebelum masehi. Saat ini, kita sudah berada di tahun
2017 Masehi. Ini berarti, sejarah mereka telah bertahan selama kurang lebih 5100
tahun, dan masih akan terus bertahan hingga waktu yang tidak diketahui. Mungkin
hingga ribuan tahun lagi, saat kita pun hanya tinggal sejarah.
Pertanyaannya, dapatkah cerita
tentang kita hidup lebih lama dari jatah umur yang kita punya? Apakah sehari? Setahun?
Sepuluh tahun? Ataukah ratusan tahun setelah kita tutup usia?
***
Perkara mengabadikan sejarah
zaman dulu dan zaman sekarang tentu sudah jauh berbeda. Jika masyarakat mesir
kuno punya dinding-dinding kokoh dari bebatuan sebagai wadah untuk menggambar,
saat ini kita punya media online untuk mengabadikan berbagai hal melalui
tulisan dan juga gambar. Masing-masing media menawarkan cara tersendiri untuk
mengabadikan moment, misalnya twitter melalui cuitan singkat, instagram melalui
gambar, dan blog melalui tulisan. Nah, blog inilah salah satu media yang bisa
dimanfaatkan untuk mengabadikan cerita, pengalaman, dan pemikiran. Seperti kata
seorang bijak, “menulis adalah pekerjaan keabadian.”
Perkara keabadian bukanlah
sesuatu yang diperoleh dengan mudah, bukan juga hal yang bisa dibeli di
toko-toko. Seperti proses pembangunan Piramid yang mampu berdiri kokoh hingga
ribuan tahun, para pekerjanya haru rela mengangkut bebatuan di bawah teriknya
matahari gurun pasir. Menulis, yang juga adalah pekerjaan keabadian, tidak
semudah membalikkan telapak tangan. Ada begitu banyak tantangan yang harus rela
dilewati demi membuat satu tulisan. Namun, ketika tantangan-tantangan itu dapat
teratasi, tulisan-tulisan keabadian pun akan bermunculan.
Salah satu tantangan terbesar
dalam menulis adalah komitmen untuk terus menulis. Setidaknya, ini adalah salah
satu tantangan terbesar buat saya. Juli 2014, saya membuat satu blog dengan
niat untuk berbagi cerita tentang pengalaman-pengalaman unik yang saya alami.
Siapa sangka, tulisan kedua di blog itu baru rilis di bulan april 2015. Bahkan
di blog ini, pernah ada gap postingan selama hampir empat tahun, nonaktif sejak
2012, lalu aktif kembali sejak awal 2017.
Meski sudah bertahun-tahun
berkenalan dengan blog, saya belum pernah berkomitmen untuk menulis dan
mengepost tulisan secara berkala. Belum pernah, hingga beberapa pekan lalu saya
akhirnya ikut tantangan #15harimenulis. Mengikuti tantangan ini, berarti harus
membagi waktu antara tugas di kampus dan tantangan menulis yang temanya ditentukan
setiap hari. Awalnya, terasa agak gentar ketika memutuskan untuk menulis setiap
hari. Pasalnya, menulis adalah pekerjaan otak, sementara tugas-tugas di kampus
sudah cukup menguras pemikiran. Jika saja tidak berhasil menyelesaikan
tantangan hari pertama, mungkin saya tidak akan sampai pada hari ini. Kelalaian saya menulis setiap hari, adalah
kelalaian untuk membagi waktu dengan baik.
Konsisten dan komitmen menulis itu penting banget ya mba, benar banget apa yang dikatakan mba pasda tulisan terakhir, selain komitmen dan konsisten juga alangkah lebih baik juga bisa menghasilkan sesuatu dari apa yang mba tulis ini :D
BalasHapus